Sekali Lagi, Setelah Reformasi!
Mereka yg berusaha untuk negeri, mereka ditendang pergi.
Tatanan sejarah telah melukis kembali,
sebuah intrik tajam diantara manusia bumi yang terpengaruh oleh berbagai polemik langkah pergerakan.
Dan tak terelakan,
politik kembali mengambil peran penting dalam keadaan.
Kerja keras dilempar pedih tanpa belas kasih.
Semua awalnya bersatu,
sekarang memakan lidah yang sudah diludahi.
Bapak Proklamator telah meramalkan kejadian-kejadian yang akan terjadi ketika dia turun tahta.
Dia pernah berkata :
"Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah,perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri."
Awalnya aku sulit menerima.Mana mungkin, Manusia Indonesia mudah terprovokasi dengan hal-hal konyol yang dapat menjatuhkan Pancasila.
Kami telah ditempah bagai Intan yang berkilau dimasa-masa kelam penjajahan.
Sangat mustahil kurasa.
Dan tak kusangka, ternyata benar. Hal itu terjadi!
Prediksi yang sangat telak sampai menusuk sel-sel darah putih.
Mereka aktor panggung mengatas namakan Ideologi Individual dengan menyertakan kata NKRI menjadi badut penghibur dikala lagu senandung itu dibunyikan.
Menyanyikan lagu-lagu berjenis merah tanpa tahu dampak sesungguhnya dari pembuatan syair-syairnya.
Kebingungan selalu melanda aku hampir 1 tahun ini.
Adakah yang salah dengan sebuah "kebebasan" sampai tidak menghormati jasa para pendiri negeri.
Bambu runcing itu telah menancapkan peringatan penghalang bagi mereka yg ingin merebut kembali rantai persatuan.
Tapi tapi tapi...
Orang dalam, malah berujuk gigi untuk mendaulati keadaan daerah ini milik pribumi.
NKRI, bung! Sekali lagi, NKRI!
Harga mati, tidak bisa ditawar.
Kemudian kalimat itu datang.
"Lalu dimanakah Reformasi?".
Pergerakan kebebasan bertanggung jawab untuk memilih dengan melihat Ideologi tanpa melihat latar belakang.
Salahkah pergerakan itu, atau Sumber Daya yang Hidup dan memiliki akal budi berotakan nasi bungkus saja yang bisa teresapi?
Aku tidak bisa tertawa. Ini kritis.
Para pengerak malah ditelanjangi.
Saat sang Lembaran alat pertukaran telah berbicara, mereka terkena badai.
Aku tak pernah bertemu mereka.
Becengkrama saja tidak.
Tapi mengapa perasaan ini bisa ada?
Kesal, marah, bimbang, gemetar, rindu, sedih. Remuk didalam.
Kecintaan akan negeri telah dirancuni oleh bumbu-bumbu jenis baru yang disebut "Pembelaan".
Aku mengerti aku tak sendiri.Mereka yang mengerti akan tahu, mana yang bisa didiami, mana yang harus mengambil langkah sehat dan pasti.
Mereka yg mengatas namakan suatu golongan,
mengatakan ini negeri "pribumi", bukan negeri bangsa lain.
Meneriakan seolah-olah yang berbaju putih selalu suci.
Padahal penonton sudah tahu sendiri.
Gue sempet cari tahu soal beginian ke temen-temen gue jurusan Hukum dan Dosen yang memahami betul akan tatanan peradilan atau sejenisnya.
I'm half bold too. I'm not pure people of "peribumi", but i'm born on Indonesia. I'm Indonesian.
I dont have fance, I stand.
Banyak orang yang ingin membela Manusia Unggul dan Langkah ini, tapi mereka terlalu banyak terbebani dalam berbagai segi.
People talk to much about themself. That call that justice, but i didnt see the balance.
Karena kami Generasi LANGGAS! Pergerakan itu ada.
#terimakasihahok